BUDAYA MALU
Sekarang ini bukan hal yang tabu ketika kita menemui wanita tidak hanya dilayar kaca dan film memakai rok mini, kaos tangtop lantas berjalan dikhalayak ramai, atau seorang lelaki yang dengan pedenya meminum minuman beralkohol, atau ada lelaki yang tanpa beban dosa membawa seorang cewek (entah pacar atau PSK..kagak urusan gan!) untuk bermesum ria dikamar rumah atau kostan nya. Mungkin jin dan syaitan akan tertawa melihat gelagat umat Muhammad SAW yang mulai sedikit demi sedikit mengikis nilai-nilai religi dan kulturnya, sehingga malu semakin tereduksi oleh semua hal yang mereka klaim sebagai hal yang “biasa”.
Jangan salahkan teknologi karena ia bagaikan lingkaran obat nyamuk yang dinyalakan; terus berjalan dan mengabisi lingkaran demi lingkaran walaupun asap dari nyalanya bermanfaat dari gangguan nyamuk-nyamuk nakal. Jangan juga selalu mengkambinghitamkan serangan budaya ala bule-isme yang mengalkulturalisasikan, bahkan meracuni hati, pikiran dan perilaku orang timur. Karena jelas walaupun sama-sama manusia kita tetap saja berbeda dengan mereka secara kultur, iklim dan keyakinan.
Ada yang berkata: “ Kita perlu mengembangkan budaya malu”. Itu benar, bahkan amat benar tapi mari sejenak kita mengingat-ingat apa sih yang dinamakan malu itu?. Malu adalah perasaan tidak enak, perasaan tidak senang karena melakukan sesuatu yang dianggap tidak wajar atau buruk. Demikian itu malu dalam pengertian bahasa. Agama Islam juga memperkenalkan malu. Katanya, orang yang memiliki rasa malu itu dia merasa bahwa harus menghindarkan segala yang buruk, dia merasa memperoleh suatu anugerah. Dia membayangkan siapa yang memberikannya, lalu setelah itu dia membayangkan juga bahwa kewajibannya terhadap si pemberi belum lagi mencapai apa yang semestinya dia berikan. Ketika itu muncul rasa malu. Kita bisa membayangkan apa yang ada di benak para pengemis jalanan dan anak-anak terlantar yang mangkal di traffic light, tempat-tempat keramaian dll. Disamping dipaksa oleh keadaan dengan harus meminta-minta atau memang ada alasan yang konyol—malas bekerja atau hilang kesempatan untuk bekerja karena cacat—yakinlah ada sedikit rasa malu untuk meminta-minta kepada orang.
Berbeda-beda definisi para pakar tentang siapa manusia. Salah satu diantara definisi itu adalah manusia adalah makhluk yang malu. Memang, binatang tidak mengenal malu dan dengan demikian manusia yang tidak mengenal malu “sama” dengan binatang (naudzubillahi mindzalik). Manusia malu melakukan hal-hal yang buruk, malu untuk tidak mensyukuri dan berterima kasih kepada yang memberinya sesuatu, malu untuk menghindar dari kewajibannya, itu semua faktor-faktor yang menjadikan manusia malu.
Dalam ajaran agama Islam ada beberapa sasaran dari siapa yang harus tertuju kepadanya rasa malu, yaitu manusia, Tuhan dan dirinya sendiri. Malu lah kepada manusia, malu lah kepada Tuhan, dan malulah kepada diri kita sendiri. Islam memerintahkan kita untuk malu kepada Allah. Malu kepada Allah menjadikan seseorang menggunakan semua anggota tubuhnya sesuai dengan petunjuk Allah, menjadikan seseorang menghindarkan hatinya dari segala sesuatu yang dilarang oleh Allah. Menggunakan anggota tubuhnya; tangannya, lidahnya dan seluruh potensinya demi menyesuaikannya dengan kehendak Allah SWT.
Islam juga menghimbau kita untuk malu kepada sesama manusia. malu kepada sesama manusia menjadikan kita menjaga kehormatan kita sekaligus menjaga kehormatan orang lain. Malu kepada diri sendiri menjadikan seseorang tidak akan mengingkari janjinya kepada dirinya sendiri, menjadikan seseorang menjaga kalimat-kalimat yang diucapkannya agar terpenuhi olehnya sehingga ia tidak bercakap dengan percakapan yang dapat mempermalukan dirinya. Puncak dari malu itu adalah malu mempermalukan orang lain. Nabi SAW jika ingin menegur seseorang tidak menyebut namanya tetapi beliau berkata: “Kenapa ada orang-orang yang melakukan ini dan itu?”, karena beliau malu mempermalukan orang lain. Malu mempermalukan orang lain diantaranya tidak menolak permintaannya (selama permintaan itu masih dalam batas kewajaran dan tidak melanggar aturan Islam), karena jika kita menolak permintaan seseorang, maka orang yang meminta itu telah mempertaruhkan air mukanya dengan meminta sehingga jika kita tidak mengabulkan permintaan tersebut maka kita sudah mempermalukan orang tersebut.
Nabi SAW mengingatkan, bahwa setiapa agama ada budi luhurnya dan budi luhur Agama Islam adalah malu. Malu adalah indikator iman semakin kuat keimanan seseorang semakin peka dia dan semakin tinggi rasa malunya. “Al haya’u minal Iman” (Malu adalah sebagian dari Iman), demikian Sabda Rasululllah SAW. Beliau juga mengingatkan malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan.
Semoga kita mampu mengembangkan budaya malu.
Ya Tuhan kami, sesungguhnya orang-orang yang telah Engkau masukkan kedalam neraka sesungguhnya Engkau telah mempermalukannya dan tiada penolong-penolong bagi orang-orang yang berlaku zalim.
Ya Allah, jangan permalukan kami di dunia dan akherat, sesungguhnya Engkau tidak mengingkari janji-Mu
Komentar
Posting Komentar